Minggu, 10 Mei 2009

Pembenahan dan Aneka Responnya

Oleh: Achsanul Anam Al-Maraji*

Hidup tak luput dari sebuah aturan, karena hidup dan segala mutaallaqnya di ciptakan oleh Si maha pengatur dengan serba teratur. Tidak mungkin hidup ini bisa berjalan tanpa adanya aturan (qonun-qonun), baik aturan yang bersifat tertulis, seperti haududus syari’ah, UU pemerintah, peraturan institusi non pemerintah, peraturan pesantren, kesepakatan masyarakat atau bersifat tidak tertulis seperti adat-isitadat.
Gholibnya sebuah aturan itu muncul, karena adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para oknum yaitu manusia (santri), atau untuk dijadikan sebagai standar ideal yang dipakai sebagai pijakan dalam beraktifitas. Penyimpangan terhadap sebuah aturan yang dilakukan oleh manusia (santri).

Bentuk-bentuk penyimpangan (mukholafah) itu sendiri bermacam-macam bentuknya. Diantaranya; penyimpangan dari aturan secara mutlak (baik tertulis atau tidak/aturan dogmatis agama atau konstitusi bersama), penyimpangan dari adat atau menyimpang dari hal-hal yang bersifat lebih afdhol (khilaful aula) dan lain-lain. Berbagai bentuk penyimpangan tersebut memerlukan pembenahan-pembenahan yang serius, sehingga tidak berlarut-larut tanpa terpecahkan masalahnya. Pembenahan dan penataan kembali semacam ini sifatnya harus segera dilakukan oleh semua pihak yang terkait. Sebagaimana maqalah Ibnu Malik yang berbunyi:

وكل حرف مستحق للبنا * والاصل فى المبنى أن يسكنا
“setiap penyimpangan itu harus (berhak) dibangun kembali dan di benahi, dan (respon) asal terhadap sebuah pembenahan itu (kebanyakan) dengan sukun (diam tanpa sebuah argumentasi)”.

Kemudian pembenahan terhadap penyelewengan itu pasti menimbulkan berbagai gejolak dan konflik serta berbagai respon yang beragam, baik yang bersifat pro, kontra atau tanpa argumen (golput). Ha ini memang sudah menjadi konsekwensi lazim yang diterima dari sebuah pembenahan. Respon berbeda tersebut disebabkan oleh corak manusia yang berbeda, baik dari segi wawasan, pemikiran, karakter, kepentingan dan lain sebagainya.

Dalam mengklasifikasikan perbedaan golongan yang menyikapi gerakan pembaharuan dan pembenahan dapat dibagi menjadi 4 macam; a) golongan pengkritik dan klarifikasi, b) golongan kontroversial dan berbeda, c) bersatu/sepakat, dan d) golongan yang diam tanpa argumentasi.

Akhirnya penulis menghimbau dan mengajak …!, marilah kita bersama mengadakan pembenahan dari segala bentuk penyelewengan dan penyimpangan, baik penyimpangan dari jalur-jalur syari’at, peraturan pesantren, peraturan hukum ijtima’iyah (pemerintah/masyarakat/santri), adiah yang tidak mukholifu syar’I atau menyimpang dari sesuatu yang bersifat lebih utama, sehingga kita tetap berpedoman kepada maqolah salaf:
المحا فظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح
“Menjaga tradisi lama yang baik dan melakukan pembenahan dengan mengambil dan mengadopsi konsep-konsep baru yang lebih baik”

Kemudian respon yang berupa kritik, kontroversial, sepakat, dan diam itu adalah sesuatu yang sudah biasa dan pasti terjadi, sehingga hal ini tidak perlu dijadikan penghalang untuk terus maju dan terus maju dalam melakukan pembenahan".

* Penulis adalah Pengamat Agama-agama dan Peneliti Pada Islam Local Institut (IsLit)
Read Full Story

Mempertegas Identitas ASWAJA



Judul buku : Hujjah NU Aqidah-Amaliah-Tradisi
Penulis : KH. Muhyiddin Abdusshomad
Tebal Buku : xii + 121 hlm
Penerbit : Khalista
Tahun Terbit : Juni 2008
Peresensi : Rangga *


Nahdlatul Ulama (NU) adalah jamiyah yang di dirikan oleh para Kiyai Pengasuh Pesantren. Tujuan di dirikannya NU ini diantaranya adalah: a) memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah yang menganut pada madzhab empat: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali, b) mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya, dan c) melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.
Islam Ahlu Sunnah wal al-Jamaah adalah ajaran sebagaimana diungkapkan oleh Rosulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi, yakni “maana ‘alahi wa ash habi (apa yang aku berada diatasnya bersama sahabatku)”

Dewasa ini Ahlu Sunnah wal al-Jamaah (singkat saja menjadi ASWAJA) menjadi perebuatan-perebuatan lapangan legitimasinya. Bahkan ada yang saling mengkafirkan antar golongan satu dengan golongan yang lainnya, lebih parahnya lagi mereka yang menggunakan “stempel” ASWAJA mencari simpatisan guna kepentingan “contreng” sungguh hal yang memalukan. Layaknya ASWAJA ini mempunyai lapangan sendiri (dalam bidang aqidah dan tauhid) bukannya dibuat background dalam kampanye.

Ya, memang legitimation abuse (pergeseran legitimasi) dari ASWAJA ini patutnya jangan di jadikan percontohan terutama kita warga Nahdliyin yang tidak tahu apa-apa dan selalu dimanfaatkan oleh mereka.

Sebenarnya, nawaitu dari penulis sendiri adalah semata-mata untuk memantaplan kesalihan akidah, amaliah dan tradisi kaum Nahdliyin. Karena itu, berbagai persoalan yang diangkat dalam buku ini merujuk pada sumber-sumber primer ajaran Islam.
Juga dalam buku ini terjawab pertanyaan-pertannyaan dan seluk-beluk “pakem” yang sering di lakukan oleh warga Nahdliyin seperti tahlilan, ziarahkubur, tawasul dan lain-lain.

Memang untuk dewasa ini kaum Nahdliyin sering diserang oleh mereka yang tidak senang dan mereka yang tidak faham mengenai seluk beluk dari “pakem” yang dilakukan oleh Nahdliyin. Terutama yang patut disesalkan adalah serangan yang dilakukan oleh Makhrus Ali dalam bukunya Mantan Kiai NU menggugat sholawat dan dzikir syirik (seperti ariyah, al-fath, munjiyat, thibulqulub) yang begitu menyakitkan warga nahdliyin dan sempat membuat orang-orang yang awam tentang NU semakin menduga NU lah yang menyebarkan virus TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat).

Disinilah kepiawaian KH Muhyiddin Abdushomad untuk memberikan “hujjah” tersebut dalam bentuk buku. Karena cakupan bid’ah itu sangat luas sekali meliputi semua perbuatan yang tidak pernah ada pada masa nabi. Oleh karena penulis menerangkan dalam halaman 21 sebagian besar ulama’ membagi bid’ah menjadi lima macam; bid’ah wajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara’. Bid’ah muharomah, yakni bid’ah yang bertentangan dengan syara’. Bid’ah mandubah, yakni segala sesuatu yang baik tapi tak pernah dilakukan oleh Rosulullah saw. Bid’ah makrumah, menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan. Bid’ah mubahah, bid’ah yang contohnya seperti berjabat tangan setelah selesai sholat (hal 22) oleh karena itu, inilah hal yang mendasari urgenitas karakter ASWAJA dari Nahdliyin yakni al-Tawajun (moderat). Tidak seperti “wadah” lain yang selalu saling lempar kekafiran serta kesesatan satu sama lain layaknya “wadah yang beraliran fundamentalis”, disinilah juga perlu adanya sikap al-tassamuth (toleran).

Buku ini cocok untuk dijadikan pegangan bagi warga Nahdliyin yang masih awam terhadap ideology keagamaan mereka. Juga buku ini sangat cocok bagi mereka yang kontra terhadap pakem tradisi yang sering dilakukan oleh warga Nahdliyin. Dan sangatlah cocok buku ini bila dijadikan hujjah terhadap mereka yang selalu attack terhadap ideology warga Nahdliyin. Akhirnya semoga buku ini bermanfaat.
Read Full Story

Pesantrenku, Taubatku

Di dalam penjara suci terbelenggu
jiwa insaniyah gemuruh langkah kaki,
menghentakkan tirai-tirai keimanan.
Ku bersandar di sudut rumah ilahi, terdengar lantunan kalam suci, seraya menggetarkan
sukma nan fitrah.
Merintih-rintih terluntah-luntah
dalam bahtera penyesalan.
Pintu hijab terbuka perlahan-lahan
menyusuri cahaya metafisik ilahi
menusuk relung ruh insani
teremanasi pancaran aura ketakwaan
yang terdahsyat hingga mata hati terbuka
lebar menunggu wajib wujudmua ya ilahi.

By; Thoefa
Read Full Story

Kenapa Aku Dibuat

Dari kertas aku terbuat
Bahkan aku pun juga terbuat dari logam
Namun tak seberapa jika dibanding dengan kertas
Ya hargalah yang membuat aku semakin berharga

Sering aku bertanya pada diri ku sendiri
Juga pada manusia yang semakin tua

Aku bingung tentang diriku

Seberapa pentingkah diriku ini
Ketika bumi semakin keriput
Dan batas hidup kalian yang sudah mulai habis
Tidak kupahami kenapa kalian rebutkan aku

Kelak, kemarahan apa yang Tuhan timpakan kepadaku
Apakah setiap masa yang aku singgahi
Tidak mampu mengajari manusia menjadi baik

Kalau boleh aku bertanya
Berapa lama lagi aku harus menanggung dosa kalian
Lebih baik jauhilah diriku

By Aqiye, room 10
Read Full Story

PENYESALAN

Aku datang dari sisi kegelapan
Bergelut bersama lumpur kemurkaan
Kepak-kepak sayap kekejaman
Mencabik-cabik jiwaku dalam penyesalan
Aku terlena dalam sebuah fenomena
Terhanyut dalam lembah kenistaan
Seakan terbang bebas tanpa aral
Terlupa akan yang fana

Kini....
Kucari secercah cahaya mentari
Yang mampu bangkitkan jiwaku dalam buaian qolbu
Biarpun kegelapan menyelimutiku
Kan kukayuh terus langkahku
Memohon ampunanmu

Disini.... di desa ini!
Sinar sang fajar menyeruak keluar
Bersama tetes embun kesejukan
Dan! Lepaslah kini lepas kegelapan sisa malam
Kantuk dan penat
Hanyut bersama air suci pengampunan.


BY: Achsanul Anam Al-Maraji
Read Full Story
HANYA UNTUKMU


Disini, disudut kota ini
Aku ingin melukis masa depan bersamamu
Aku terbang……
Memburumu dibalik cemara
Diujung khayal kita bercinta

Disini…..
Kidung-kidung cinta terukir
Pada sayap-sayap merpati
Yang hinggap dipelupuk matamu

Bila waktu itu tiba
Bunga-bunga kuncup akan mekar
Menebar keharuman bahasa kasih
Keseluruh penjuru hati
Aku akan menjemputmu
Dengan mutiara-mutiara tergenggam
Kubawa deru gelombang hasrat
Bergejolak dalam dekapanku yang mesra
Menari, bernyanyi, bersuka cita
Dengan irama sruling syahdu

Disini ….
Hanya satu kata terucap
Untukmu cintaku
Kan kuukir ditelaga hatimu
Kan kurajut dipelataran jiwamu

Disini, dikota ini
Hanya satu kata dihati
Untukmu cintaku
Hanya untukmu, sampai nanti
Hanya Untukmu

BY: Achsanul Anam Al-Maraji
Read Full Story

PENANTIAN TIADA ARTI

Matahari menyinari kamar ini
Ku dengar kokok ayam
menyambut pagi
Setiap hari selalu begini
Menanti dan menanti lagi

Ku matikan televisi ku
Ku benahi ranjang kecil ku
Ku tata ruang kamar ku
Ku buang sampah makanan ku

Ku pergi ke kamar mandi
Membersihkan diri ini
Juga menggosok gigi
Tak lupa ku makan pagi

Menanti kehadiranmu ke sini
Mungkin kah itu hanya mimpi
Atau hanya harapan yg dingin
Yg tak kan pernah ku miliki

Telpon dari mu cukup membuat
ku tersenyum
Tersenyum kagum melihat kau
peduli thd ku
Walau sedetik aku
mendengarkan suaramu
Cukup untuk senyum 1 menit ku

Ku hanya berharap
Semoga kau sehat-sehat saja
Krn ku membutuhkan perhatianmu
Krn ku sayang kepada mu

By; Aang Humaidi
Read Full Story

AKU CINTA PADAMU

Aku jatuh cinta padamu
Sejak pertama kita bertemu
Diam menghuni relung hati
Kau takpernah perduli

Tuhan mengapa
Kau anugerahkan
Cinta yg tak mungkin bersatu
Kau yg tlah lama kucintai
Ada yg memiliki

Cinta sejati
Tak akan pernah mati
Slalu menghiasi
Ktulusan cinta ini

Jalan hidup tlah membuat kita
Harus senantiasa bersama
Lewati sgala suka duka
Tiada cinta bicara

Dan kau slalu
Hanya diam membisu
Meski pun kau tahu
Betapa dalam cintaku

Aku jatuh cinta padamu.......


By; Siddiq
Read Full Story

PESANTREN ≠ KOSAN

Oleh: Harun Al-Rosyid*

Pesantren merupakan lembaga non formal yang di dalamnya terdapat tiga unsur penting yang harus saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Tiga unsur tersebut yaitu; Kiai, santri, dan pesantren itu sendiri. Apabila ketiga unsur tersebut tidak ada salah satunya, maka hal tersebut tidak bisa disebut dengan pesantren. Tujuan didirikannya sebuah pesantren adalah untuk membentuk manusia yang memilki jiwa yang baik dan berbudi luhur sesuai dengan landasan agama Islam. Akan tetapi Perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, pendidikan, kesenian dan konsep ilmu pengetahuan pada akhirnya menyentuh dan menembus pesantren pula. Beberapa pesantren menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dengan adanya tantangan tersebut pesantren harus memiliki adanya sebuah inovasi agar santri yang dimiliki oleh pesantren tersebut dapat mengikuti perkembangan zaman dan mau tidak mau pesantren harus bertransformasi agar dapat menjawab tantangan zaman tersebut.

Oleh sebab itu pesantren harus memiliki sebuah kurikulum yang dimana seorang santri tersebut tidak hanya belajar kitab kuning saja, melainkan bagaimana santri tersebut memiliki sebuah ketrampilan (life skill) agar dapat hidup di tengah masyarakat kelak. Seperti pondok pesantren Lirboyo misalnya, disamping diajari kitab kuning, para santri disana juga diajari beberapa ketrampilan seperti; bertani, bercocok tanam, beternak. Tidak hanya di Lirboyo saja banyak diantara pesantren yang mengajarkan berbagai kecakapan hidup yang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Misalnya pembelajaran teknologi dan informasi seperti merakit komputer dan mengoperasikannya, penggunaan internet dan lain sebagainya. Semua itu ditujukan agar ketika santri boyong tidak hanya memiliki kemampuan mengaji dan mengkaji kitab, akan tetapi juga memiliki kecakapan hidup yang siap pakai di masyarakat.

Lain dulu lain sekarang, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin banyaknya pesantren yang menjamur di dalam masyarakat. Baik di desa maupun di kota, tidak sedikit pesantren yang berdiri maupun dibangun hanya sebagai formalitas belaka, meskipun di dalam pesantren tersebut sudah memiliki tiga unsur penting pesantren. Yaitu seorang Kiai yang mengaji kitab, santri yang harus mengaji, dan bangunan pesantren. Akan tetapi keberadaan pesantren tersebut tidak jauh beda dengan kos-kosan yang disitu hanya dijadikan sebagai tempat tidur saja, Masyaallah.

Kegiatan-kegiatan pesantren yang seharusnya ada mereka tinggalkan, seperti mengaji, sholat berjamaah dan budaya untuk menjaga kebersihan di dalam pesantren mereka acuhkan. Kerena tolok ukur adanya suatu pesantren itu adalah ada dan tiadanya sholat berjamaah yang dilakukan oleh para santri. Tidak hanya saja, kebersihan merupakan suatu hal yang mungkin dianggap sepele oleh santri pada umumnya merupakan suatu hal yang harus diperhatikan betul, sebab pesantren itu merupakan tempat yang harus di jaga kesuciannya dalam artian bukan hanya saja di musholla tetapi juga termasuk lingkungan di sekitar pesantren itu sendiri.

Sebagai seorang santri kita harus mempunyai sikap sadar diri tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesucian. Apakah kita tidak mengetahui bahwa konsep kebersihan itu adanya di dalam ajaran agama islam yang kita anut selama ini. ‘’النضافة من الإيمان ‘’ kebersihan adalah sebagaian dari iman. Apakah kita tidak malu bahwa konsep tersebut datang dari ajaran agama kita akan tetapi kita sendiri yang sering melupakannya. Sudahkah kita mengoreksi diri kita sendiri. Ibda’ binafsika.

Kebutuhan masyarakat sekarang yang perlu diperhatikan oleh seorang santri hanyalah bagaimana ketika kita sebagai seorang santri nantinya ketika terjun di masyarakat dapat memimpin tahlil, acara keagamaan, dan minimal bisa baca do’a. oleh sebab itu kami sangat setuju sekali apabila di dalam pesantren bisa diadakan sebuah kegiatan berupa muhadloroh, memimpin tahlil di pesantren, dan berbagai bidang ketrampilan yang nantinya bermanfaat bagi santri. Meskipun pesantren sudah menyiapkan itu semua, tergantung santri sendiri yang menentukannya. Apakah mereka akan mengerjakan sesuatu hal yang harus dikerjakan oleh dirinya sebagai seorang santri atau meninggalkan begitu saja kegiatan-kegiatan yang telah menjadi budaya pesantren yang harus selalu kita lestarikan demi keberadaan pesantren itu sendiri. Wallahu a’lam bisshowab.

* Santri Senior Al-Husna
Read Full Story

Tanamkan Rasa Malu Sebelum Dipermalukan

Oleh: Muhammad Maqbul*

Banyak orang bilang malu adalah bentuk stres yang amat manyakitkan bagi pribadi dan dapat menghalangi keefektifan pribadikita. Rasa malu juga mencetuskan jenis stress yang menyebabkan rusaknya kepercayaan diri dan cara berfikir positif. Namun wacana tersebut tidak selamanya benar, karena bagi mereka yang mendefinisikan malu seperti itu menganggap bahwa sanya rasa malu cendrung kepada hal-hal yang negatif, padahal ketika kita menjelajahi terhadap permasalahan malu, kita dapat menemukan berbagai hgal positif yang dibuahi olehnya.

Dalam kacamata Islam, dikupas langsung tentang keutamaan sifat malu, seperti yang dikabarkan (HR. Bukhari-Muslim) malu itu tidak datang, melainkan membawa bahwa sesungguhnya setiap agama memiliki aturan moral, dan moral dalam Islam adalah malu (HR. Malik dan Ibnu dari Ibnu Abbas)

Islam juga mengajak manusia untuk yang menjadi terbaik, salah satu langkah yang paling efektif untuk menuju kearah tersebut adalah dengan memelihara rasa atau sifat malu. Sifat malu akan membuahkan prilaku terbaik bagi pemiliknya, karena sifat malu akan menahan seseorang dari perbuatan tercela.

Sedangkan kalau kita lihat dari Qoidah bahasanya, kata Al-Haya’ yang diterjemahkan dengan malu, menurut suatu pendapat berasal dari kata hayat yang artinya hidup namun sekilas kita amati antara hidup dan malu seolah-olah memang tidak berhubungan, akan tetapi dalam pandangan Islam keduanya saling memiliki keterkaitan. Sebab, hidup yang baik adalah dengan memelihara dan menjaganya sifat malu. Orang yang tidak memiliki sifat malu hakekatnya - meski masih berbafas dia dianggap tiada (mati).

Berkaca pada istilah diatas, kita sering bahwa sanya alat kelamin laki-laki dan perempuan makhluk hidup, khususnya manusia memakai istilah kemaluan, sebab orang yang tidak menjaga keduanya dengan tidak menutupi atau dimanfaatkan untuk berzina, maka sebenarnya orang tersebut sudah tidak memiliki sifat malu. Orang-orang yang demikian bukan saja tidak terhormat akan tetapi juga dianggap mati oleh masyarakat.

Dari sisi lain menurut pandangan Islam, sifat malu adalah sebagian dari iman dan bahkan antara keduanya tidak bisa dipisahkan. Hal ini sebagaimana sudah ditegaskan dalam hadis rasul yakni malu dan iman merupakan dua hal yang tidak dapat dipidsahkan, jika yang satu tiada, maka yang lain tiada pula (HR. Hakim).

Karena melihat begitu pentingnya rasa malu dalam kehidupan ini, maka Fuda’il Ibn Iyad menjelaskan bahwa ada lima tanda orang yang akan celaka yaitu: keras hati, (egois dan sombong), pecicilan (himuddul aini), sedikit sifat malu, cinta dunia dan panjang angan-angan.

Ketika melihat dari beberapa aspek yang bersumber dari agama Islam, dapat kita tangkap bahwa sanya rasa malu hendaknya menjadi pagar pengaman dari nafsu binatang kita yang kadang liar dan sulit dikendalikan. Bagaimana rasa bersalah bisa muncul, hal ini tentunya didasarkan atas beberapa kemungkinan. Sebagaimana yang terdapat dalam ilmu social dan keIslaman, dalam proses mencari kebenaran kita bisa menyandarkan pada beberapa ukuran. Pertama, didasarkan atas sebuah kebenaran yang dipahami sendiri. Kedua, kebenaran yang diyakini oleh orang banyak.

Jika kita analogikan hal tersebut, rasa malu bisa tercipta kerena atas dasar pemahaman diri sendiri tentang perasaan bersalah dan berdasarkan keyakinan suatu masyarakat dalam local budaya tertentu ini biasanya disebut dengan moral selain itu, pemahaman atas doktrin ketuhanan, bila seseorang tidak mempunyai rasa malu ia akan menjadi keras dan berjalan mengikuti kehendak hawa nafsunya. Tanpa rasa peduli apakah yang harus menjadi korban yaitu mereka yang tidak berdosa, ia rampas harta dari tangan mereka, yang fakir tanpa ada belas kasihan, hatinya tidak tersentuh oleh kepedihandan rintihan orang-orang yang lemah, matanya menjadi gelap, pandangannya ganas. Ia tidak tahu kecuali apa yang memuaskan hawa nafsunya. Bila seseorang bertindak seperti ini, maka telah terkelupas dirinya fitrah agama dan terkikis habis jiwanya.

Mulai dari sekarang, saatnya malu menjadi budaya yang harus selalu dijagadan dipelihara, baik oleh individu, terlibih lagi kalau ada perhatian khusus bangsa ini. Kita harus menyadari bahwasanya berbagai macam bencana, serta musibah yang dapat menerjang bangsa ini, salah satunya disebabkan oleh hilangnya rasa malu. Coba kita bayangkan seandainya seorang pejabat malu untuk korupsi, seorang pengusaha merasa malu jika terlambat upah pada karyawannya, artis malu mempertontonkan auratnya, kita malu mengumbar kata-kata kotor maka yang terjadi adalah pembentukan budaya malu akan memajukan bangsa ini.

Sebenarnya sebagian bangsa Indonesia secara sadar mengikrarkan bahwa malu merupakan bagian dari budaya bangsa. Berbagai pernyataan dan tulisan di media telah membahas hal tersebut. Namun kiranya kurang arif manakalah hanya karena ulah dari suatu pihak atau kelompok yang tidak tahu malu. Kemudian dikaitkan dengan budaya bangsa secara keseluruhan, factor budaya adalah asset bangsa mereka perlu kearifan dalam memahami masalah ini.

Oleh karena itu, kapan kita menunjukkan rasa malu bagi masing-masing individu adalah sangat relativ sangat tergantung pada pribadi, waktu dan tempat serta konteks permasalahan yang dihadapi oleh tiap individu. Untuk membangun budaya malu, fungsi agama dan lembaga pendidikan adalah sangat penting dan ikut menentukan apabila sampai pada keadaan bahwa orang sudah tidak punya malu, maka misi agama dan lembaga pendidikan dianggap gagal.

Pada saat ini dekadensi moral sedemikian luas, dan menghilangnya budaya malu serta berganti menjadi budaya malu-maluin seperti contoh adanya kebebasan seksual pada generasi muda saat ini, budaya malu harus direalisasikan, malu mempertontonkan aurat, malu mengambil yang bukan haknya, dan malu untuk melakukan segala sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri apalagi orang lain. Jadi kita harus mengarahkan orang lain untuk memiliki rasa malu kalau melakukan penyimpangan pada bidangnya. Budaya malu adalah benteng terakhir untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan yang melanggar moral, etika, norma agama dan hokum.

Dari beberapa uraian diatas, sudah jelas bahwasanya sifat malu yang benar adalah seperti malu karena bodoh atau jadi orang pandai tetapi tidak rendah hati, malu meninggalkan perintah dan malu karena melanggar larangan, seperti membuka aurat, korupsi dan lain-lain. Akan tetapi hal ini perlu diluruskan kembali bahwasanya apabila seseorang malu karena bodoh, maka kita harus imbangi dengan iktiar untuk mencapai titik kepintaran dengan cara belajar. Oleh karena itu Al-Kulaini membagi malu menjadi dua macam yaitu malu akal dan malu picik. Malu akal adalah ilmu sedangkan malu picik adalah bodoh, artinya orang yang berakal akan mengagungkan akalnya untuk tujuan selain mencari dan menyiarkan ilmu [].

*) Penulis Santri Pesantren Al- Husna, sedang menempuh studi di Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya
Read Full Story

Hukum Kawin Lintas Agama

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Terima kasih kepada tim redaksi khususnya rubric konsultasi hukum yang telah bersedia menampung pertanyaan dari saya, yang ingin saya tanyakan Apa hukumnya Kawin Lintas Agama?

Wa’alaikum salam Wr. Wb.


Secara tekstual terdapat tiga ayat yang secara khusus membicarakan perkawinan orang muslim dengan num muslim dalam Al-Qur’an, yaitu QS. Al-Baqarah (2): 221, al-mumtahanah (60): 10, dan al-maidah (5); 5.

Pertama, Al-Qur’an surat al-baqarah ayat 221:
Janganlah kamu kawini perempuan-perempuan musrik sebelum mereka beriman. Perempuan budak yang beriman lebih baik dari pada perempuan musrik sekalipun ia menarik hatimu. Dan juga janganlah kamu mengawini perempuan dengan laki-laki musrik sebelum mereka beriman. Seorang laki-laki budak beriman lebih baik dari pada seoranf laki-laki musrik sekalipun ia menarik hatimu. Mereka (kaum musrik) akan membawa kedalam api neraka.

Kedua, Al-Qur’an surat al-mumtahanah ayat10:
Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mu’min datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka. Allah sungguh mengetahui keimanan mereka. Bila kamu mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, janganlah kamu mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi laki-laki kafir, dan laki-laki kafir tak halal bagi mereka bagi perempuan-perempuan mu’min.
Ketiga, Al-qur’an surat a-Al-maidah ayat 5

Pada hari dihalalkan bagi kamu semua barang yang baik. Dan makanan (sembelihan) Ahli kitab adalah halal bagi kamu, dan makanan kamu juga halal bagi mereka. Demikian pula (dihalalkan bagimu mengawini) perempuan-perempuan yang suci diantara perempuan-perempuan mu’min (al-muhsanatu min al-mu’minat), serta perempuan yang suci diantara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu ((al-muhsanatu min al-ladzina utu al-kitab min qablikum) jika kamu berikan mereka maskawin, bukan dengan zina dan bukan dengaan diam-diam mengambil mereka sebagai gundik…

Dari bunyi teksnya, tiga ayat diatas memiliki makna yang brtingkat. Ayat pertama melarang kamu (pengikut muhammad) mengawini orang musrik, baik laki-laki maupun perempuan musrik. Ayat kedua mengungkapkan larangn-larangn mu’min dikawinkan dengan laki-laki kafir. Ayat ketiga membolehkan (pengikut muhammad) mengawini perenpuan ahli kitab.

Istilah-istila seperti musyrik, kafir, dan ahli kitab adalah istilah yang rumit dan bertingkat. Istilah tersebut akan kita diskusikan. Untuk memberikan kajian yang mendalam kita fokuskan pada pendapat para ahli hukum islam.

Hukum Kawin Lintas Agama Dalam Fiqih
Bagi para ahli hukum islam(fuqaha), teks QS. Al-baqarah [2]; 221 dipandang memberikan sebuah muatan pandangan hokum tersendiri dalam bidang perkawinan. Ayat-ayat hukum (ayat al-ahkam) Al-Qur’an biasanya diderivasikan secara rinci-aplikatif menjadi bentuk-bentuk ketetapan fiqh. Pada kasus ini, QS. Al-baqarah [2] 221 dijadikan dasar utama dalam mengntruksi ketentuan larangan kawi lintas agama. Dibawah akan dikaji fenomina kawi lintas agama dalam perspektif fiqh. Kajian membatasi pada tiga kitab fiqh. Kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-arba’ah karya Abdurrahman al-jaziri, untuk melihat pendapat para fuqaha yang berifiliasi kepada empat madzhab besar sunni, kitab bidayah al-mujtahid karya ibnu rusyd. Dan kitab fiqh as-sunnah karya as-sayyid Sabiq untuk melihat pendapat para ulama modern.
Secara umum, pada dasarnya ketiga kitab fiqh tersebut mengharamkan perkawinan muslim dan nun muslim. Hanya ada beberapa pengecualiaan, terutama akibat ketentuan khusus dari QS. Al-maidah ayt 5, menjadikan pergeseran dari tingkat hukum haram menjadi makruh, mubahatau lainnya pada kasus laki-laki muslim mengawini perempuan ahli kitab. Berikut ini penjelasan yang lebih rinci.

1.Perempuan Muslim Dengan Laki-Laki Nonmuslim
Semua ulam sepakat bahwa perempuan muslimah tidak diperbolehkan kawin dengan laki-laki nonmuslim, baik ahli kitab maupun musyrik. Pengharaman tersebut selain didasarkan pada QS. Al-mumtahanah ayt 10.

Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mu’min datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka. Allah sungguh mengetahui keimanan mereka. Bila kamu mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, janganlah kamu mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi laki-laki kafir, dan laki-laki kafir tak halal bagi mereka bagi perempuan-perempuan mu’min.
As-sayyid sabiq menyebtkan beberapa argumin tentang sebab diharamkannya perempuan muslim kawin dengan laki-laki nonmuslim sebagai berikut:

a.orang kafir tidak boleh menguasai orang islam berdasarkan QS. An-nisa [4]: [14]:… dan Allah takkan memberi jalan orang kafir itu mengalahkan orang mu’min.

b.laki-laki kafir dan Ahli kitab tidak akan mau mengerti agama istrinya yang muslimah, malah sebaliknya mendustakan kitab dan mengingkari ajaran nabinya. Sedangkan apabila laki-laki muslim kawin dengan perempuan ahli kitab maka dia akan mau mengerti agama, mengimani kitab, dan nabi dari istrinya sebagai bagian dari keimanannya karena tidak akan sempurna keimanan seorang tanpa mengimani kitab dan nabi-nabi terdahulu.

c.Dalam rumah tangga campuran, pasangan suami istri tidak mungkin tinggal dan hidup (bersama) karena perbedaan yang jauh.

2.Laki-Laki Muslim Dengan Perempuan Musyrik
para ulama sepakat mengharamkan laki-laki muslim kawin dengan permpuan penyembah berhala (musyrik). Perempuan musyrik disini mencakup perempuan penyembah berhala, ateis, perempuan yang murtad, penyembah api, dan penganut aliran libertine, seperti paham wujudiyyah.

Satu hal yang membedakan perempuan musyrik dengan permpuan ahli kitab, menurut as-sayyid sabiq adalah bahwa perempuan musyrik tidak memiliki agama yang melarang berkhianat, mewajibkan berbuat amanah, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Apa yang dikerjakan dan pergaulannya dipengaruhi ajaran-ajaran kemusyrikan, yakni khurafat dan spekulasi (teologis) atau lamunan dan bayangan yang dibisikan syetan. Inilah yang bisa menyebabkan ia menghianati suaminya dan merusak akidah anak-anaknya.

Sementara antara perempuan ahli kitab dan laki-laki mu’min tidak terdapat distansi yang jauh. Perempuan ahli kitab mengimani Allah dan menyembahnya, beriman kepada para nabi, hari akhirat beserta pembalasaanya, dan menganut agama yang mewajibkan berbuat baik dan mengharamkan kemungkaran. Distansi yang esensial hanyalah mengenai keimanan terhadap kenabian Muhammad. Padahal orang yang beriman kepada kenabian yang universal tidak akan mempunyai halangan mengimani nabi penutup, yakni Muhammad, kecuali karena kebodohannya. Sehingga perempuan ahli kitab yang bergaul dengan suami yang menganut agama syari’at yang baik maka sangat terbuka peluang baginya untuk mengikuti agama suaminya. Dan apa yang dikuatkan oleh Allah berupa ayat-ayat Al-Qur’an yang jelas niscaya akan mengantarkan kepada kesempurnaan keimanan dan keislaman.

3.Laki-Laki Muslim Dengan Perempuan Ahli Kitab
pada dasarnya laki-laki musli diperbolehkan mengawini pwrempuan ahli kitab berdasarkan penghkususan QS. Al-maidah ayat 5. pengertian ahli kitab disini mengacu pada dua agama besar rumpun semitik sebelum islam, yakni yahudi dan nasrani, ibnu Rusdy menulis bahwa para ulama sepakat akan kehalalan mengawini perempuan ahli kitab dengan syarat ia merdeka (bukan budak), sedangkan mengenai perempuan ahli kitab budak dan perempuan ahli kitab yang Dala status tawanan para ulama berbeda pendapat.

Ibnu Mundzir berpendapat : tidak ada dari sahabatyang mengharamkan (laki-laki muslim mengawini perempuan ahli kitab). Qurthubi dan Nu’as mengatakan: Diantara sahabat yang menghalalkan antara lain: utsman, tolhah, ibnu abbas, jabir dan hudzaifah. Sedangkan dari golongan tabi’in yang menghalalkan; sa’id bin mutsayyab, said bin jabir, al hasan, mujahid, thawus, ikrimah, sa’bi, zhahak, dll. As-sayyid sabiq mencatat hanya ada satu sahabat yang mengharamkan, yakni ibnu umar. Diantara sahabat ada yang mempumyai pengalaman mengawini perempuan ahli kitab.utsman r.a. kawin dengan nailah binti qaraqishah kalbiyah yang beragama nasrani, meskipun kemudian masuk islam, hudzaifah mengawini perempuan yahudi dari penduduk madain, jabir dan saad bin abu waqas pernah kawin dengan perempuan yahudi dannasrani pada masa penaklukan kota mekkah (fathul mekkah).

Adapun pendapat fuqaha empat madzahab sunni tentang laki-laki muslim mengawini perempuan ahli kitab adalah sebagai berikut:

a.Mazdhab Hanafi
pada ulama madzhab hanafi mengharamkan seorang laki-laki mu’min mengawini perempuan ahli kitab yang berdomisili di wilayah yang sedang berperang dengan islam. Karena mereka tidak tunduk terhadap hokum orang-orang islam sehingga bisa membuka pintu fitnah. Seorang suami muslim yang kawin dengan perempuan ahli kitab dikhawatirkan akan patuh terhadap sikap istrinya yang berjuang memperbolehkan anaknya beragama dengan selain agamanya. Suami tersebut memperdaya dirinya sendiri secara lagi tidak menghiraukan pengasingan dari pemerintahan Negara (islam)-nya. Beberapa keburukan semacam inilah yang menjadi konsideran keharaman. Sedangkan mengawini perempuan ahli kitab dzimmi (yang berada dinegara dan perlindungan pemerintahan islam) hukumnya hanya makruh, sebab mereka tunduk pada hukum islam.

b.Madzhab Maliki
Pada madzhab maliki terbagi menjadi dua, kelompok pertama memandang bahwa mengawini perempuan ahli kitab, baik di dar al-harb maupun dzimmiyah hukumnya makruh mutlak. Hanya saja kemakruhan yang di dar al-harb kualitasnya lebih berat. Kelompok kedua memandang tidak makruh mutlak sebab zhahir QS al-Maidah ayt 5 membolehkan secara mutlak. Tetapi tetap saja makruh karena digantungkan kemakruhannya berkait dengan dar al-islam (pemerintah islam), sebab perempuan ahli kitab tetap saja boleh minum khomer, memakan babi, dan pergi ke gereja. Padahal suaminya tidak melakukan itu semua.

c.Madzhab Syafi’i
Para fuqaha madzhab syafi’I memandang makruh mengawini perempuan ahli kitab yang berdomisili di dar al-Islam, dan sangat dimakruhkan bagi yang berada di dar al-Harb, sebagaimana pendapat fuqaha malikiyah. Ulama Syafi’iyah memandang kemakruhan tersebut apabila terjadi dalam peristiwa berikut:
-Tidak terbersit oleh calon mempelai laki-laki muslim untuk mengajak perempuan ahli kitan tersebut masuk islam.
-Masih ada perempuan muslimah yang shalihah
-Apabila tidak mengawini perempuan ahli kitab tersebut ia bisa terperosok kedalam perbuatan zina.

d.Madzhab Hambali
Laki-laki muslim diperbolehkan dan bahkan tidak dimakruhkan mengawini perempuan ahli kitab berdasarkan ke umuman QS. Al-maidah ayat 5. dinyatakan perempuan ahli kitab tersebut adalah perempuan merdeka (bukan budak), karena al-muhshanat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perempuan merdeka.

4.Laki-laki Muslim Dengan Perempuan Shabi’ah, Majusi dan Lainnya
Selain menyebut yahudi dan nasrani Al-Qur’an juga beberapa kali menyebutkan pemeluk agama shabi’ah (QS. Al-baqarah ayt 2, QS. Al-maidah ayt 5. al-hajj ayt 22.) majusi (QS. Al-hajj ayt 22.) serta orang-orang yang berpegang pada suhuf (lembaran kitab suci) nabi ibrahim- yang bernama syit dan suhuf nabi musa yang bernama taurat(QS, al-a’la 87) dan kitab zabur yang diturunkan kepada nabi Daud.

Penyebutan agama-agama ini sangat terkait dengan agama-agama yang pernah berkenbang dan dikenal masayarakat pada saat itu. Alquran, mungkin tidak pernah bersentuhan dengan pengalaman masayarakat asia timur (India-cina) sacara langsung, maka bentuk-bentuk agama semisal hindu, budha atau konghucu tidak terakomodasi. Penyebutan agama-agama diatas dalam alquran menberikan prtanyaaan: bagaimana hukumnya seorang laki-laki mukmin mengawini perempuan pemeluk agama tersebut?

Mengenai perempuan shabi’ah, para fuqoha mazhab hanafi berpendapat bahwa mereka termasuk ahli kitab hanya saja kitabnya sudah disimpangkan dan palsu. Mareka dipersamakan dengan pemeluk yahudi dan nasrani sehingga laki-laki mukmin boleh mengawininya. sedangkan para fuqoha syafi’iyah dan Hanabilah membedakan antara ahli kitab dan penganut agama shabi’ah. Menurut mereka, orang-orang yahudi dan nasrani sependapat dengan islam dalam hal-hal pokok agma. Membenarkan rasul-rasul dan mengimani kitab –kitab. Barang siapa yang berbeda darinya dalamhal pokok-pokok agma( termasuk shabi’ah ) maka ia bukanlah termasuk golongannya. Oleh karena itu, hukum mengwininya juga seperti penyembah berhala yakni haram.

Adapun mengwini perempuan majusi, abdurrahman bin auf berkata: saya pernah mendengar rasulullah saw. Bersabda “perlakukanlah mereka (pemeluk majusi) seperti memperlakukan ahli kitab. Logiknya, nereka bukan termasuk ahli kitab, dan haram mengawininya. Tetapi abu tsur berpendapt lain ia menghalalkan mengawini perempuan majusi karana agama mereka juga diakui dengan diberlakukanya membayar jizyah (pajak) sebagaimna yang berlakukan orang yahudi dan nasrani.

Sementara mengwini yang berkitab diluar yahudi, nasroni, majusi, dan shabi’ah juga ada dua pendapat. Ulama’ madzhab menyatakan: barang siapa memeluk agma samawi dan baginya suatu kitab suci seperti suhuf ibrahim dan Daud maka adalah syah mengawini mereka selagi tidak sirik karena mreka berpegang pada sebuah kitab allah mak dipersamakan dengan orang yahudi dan dan nasrani. Sedangkan ulama’ masdzhab syafi’i dan Hambali tidak memperbolehkan. alasanya karena kitab-kitab hanya berisi nasihat-nasihat dan perumpmaaan-perumpamaan serta sama sekali tidak memuat hukum, sehingga tidak disebut kitab hukum.

Kesimpulan
Perkawinan merupakan ekspresi cinta yang paling beradab, akan tetapi dua insan yang memiliki keyakinan yang berbeda tidak memiliki kesempatan untuk mewujudkan impiannya. Atas agama-agama, perkawinan yang dilakukan antarinsan yang berbeda keyakinan itu pun ditentang dan dicap haram. Tak pelak perkawinan menjadi symbol antagonisme. Semua itu karena satu sebab, beda agama.

Tapi dengan beberapa keterangan daripada fuqaha tentang nikah beda agama telah menjawab permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan nikah beda agama tersebut. Dari empat madzhab yaitu imam Syafi’I memakruhkan, imam malik pada intinya memakruhkan, imam hambali membolehkan secara mutlak dan imam hanafi tidak membolehkan secara mutlak. Tentu dengan alasan-alasan masing-masing. Tapi walaupun dari beberapa madzhab diatas pendapatnya berbeda-beda tidaklah menjadi persoalan. Kalau meminjam pendapatnya Rasyid Ridha yaitu tergantung pada individu masing-masing.
Read Full Story

Membaca Surat yang Sama dalam Sholat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Terima kasih kepada tim redaksi khususnya rubric konsultasi hukum yang telah bersedia menampung pertanyaan dari saya, saya ingin berhubungan dengan yang namanya sholat,
Apa hukumnya membaca surat yang sama pada rakaat pertama maupun kedua di dalam shalat?

Wa’alaikum salam Wr. Wb.



Kami ucapkan terima kasih kepada saudara Izul yang telah berpartisipasi dalam penerbitan madding Qalam.
Membaca surat yang sama pada rakaat yang pertama maupun kedua adalah hukumnya makruh dalam shalat fardhu maupu shalat sunnah manakala ia mampu menghafal surat-surat yang lainnya.
Menurut ulama’ syafiiyah dan malikiyah yang demikian itu adalah hukunya makruh.

*madzhab malikiyah*
berkata: bahwa yang demikian itu khilaf al-mandub, karena melakukan dzikir yang disyariatkan untuk perpinjdahan dimulai dari perpindahan itu hukumnya mandhub.
Jika hal tersebut dilaksanakan agar mendapatkan pelajaran dari tanda-tanda yang berasal dari langit hukumnya tidak makruh.

*Madzhab Hanafi*
Hal tersebut dibatasi pada shalat fardhu, adapaun pada shalat sunnah mengulang-mengulang sunah tidak makruh.

Sekian jawaban dari kami semoga bermanfaat bagi saudara Izul.
Read Full Story

SURAT UNTUKKU

Cerpen Anwar Nuris

Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah semester III. Semester I dan II telah aku lewati dengan berbagai sejarah kelam. IPK anjlok 1.57, terkena skors 3 minggu karena menghilangkan buku perpustakaan 3 ekslamper sekaligus, surat peringatan dari rektorat karena lambat membayar Herregistrasi. Lebih-lebih surat dari jurusan karena jarang kuliah hingga satu semester, tanpa ada keterangn cuti atau alasan lain. Yang lebih menyedihkan, di putus oleh sang pacar karena terindikasi perselingkuhan. Pada hal, saat malam minggu kemarin, yang aku ajak nonton bioskop hanya sebatas teman dekat.

Jam di dinding sudah meniti angka 6.30 WIB, angka yang begitu dingin, sedingin pagi ini. Sebenarnya jam segini adalah rutinitas yang tidak boleh aku tinggalkan sejak semester kemarin, memeluk bantal, berselimut, tidur di kost sendirian. Tapi untuk semester ini ada kebijakan baru dari fakultas. Jam intensif Bahasa Inggris untuk setiap jurusan pada jam 07.00 WIB hingga jam 08.00 WIB.

Dengan langkah lemas, kuraih handuk kumuh di gantungan baju. Meskipun udara masih dingin, aku coba membulatkan hati untuk tetap ke kampus. Bukan karena jam tambahan intensif bahasa, tetapi karena ada inisiatif baru di kepalaku untuk sekedar melihat-lihat pemandangan alam, makhluk tuhan yang begitu elok nan ayu. Mungkin ada mahasiswi yang cocok, berkenan mengganti kekosongan pasca di putus pacarku yang dulu. Semangat untuk mencari gebetan baru.

Tidak sampai 7 menit, prosesi mandi sudah selesai. Berdandan ala kadarnya, karena memang sejak dulu, aku bukanlah tipe orang yang rajin berhias diri, bagiku yang penting suci.

Sudah siap berangkat dengan tas mungilku sejak semester dua, tas yang hanya berisi ballpoint dan buku catatan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara ketukan di daun pintu. Tidak biasanya sepagi ini aku dengar ketukan pintu. Tidak mungkin sepagi ini teman-temanku bertamu, ataupun pak kost untuk menagih uang kost, uang listrik atau PDAM. Mungkin orang lain.

“Selamat pagi, Mas..!, apa benar ini Mas Roni?”, dengan sopan pak pos yang kelihatannya masih muda itu menyalamiku sebelum mengutarakan apa maksudnya ke kostku.
“Selamat pagi juga. Ya, benar sekali, ada sesuatu untuk saya?”, balasku seraya sedikit merendahkan bahu tanda menghormatinya.
“Iya, ini”. Sambil merogoh tas orange yang digendongnya, dikeluarkannya satu amplop kecil dan disodorkannya padaku. Aku terima amplop itu dengan wajah penasaran apa gerangan isinya. Setelah kutanda tangani surat tanda terimanya, Pak pos tadi pamit mohon diri.

Aku membolak-balik amplop itu untuk menemukan siapa pengirimnya. Aku temukan; Pengirim: Dede A. Ziyad, Jl. Anggrek 09. Gapura, Sumenep - Madura. Aneh, tidak biasanya kakakku mengirim surat. Kalau ada sesuatu yang penting, atau paling tidak mengetahui kabarku di perantauan, dia hanya memberitahuku dan bertanya via SMS.
Setelah kututup pintu kost, aku duduk di kursi reot yang terdapat di pojok kost. Aku sobek memanjang ujungnya dan ku keluarkan isinya. Ternyata hanya surat biasa, dua lembar kertas ukuran kwarto dengan tulisan tangan. Tanpa pikir panjang kubaca surat itu.

Buat Yth; Adikku
di Perantauan.
Mungkin adik bertanya-tanya, di zaman yang serba maju ini, era globalisasi dan tehnologi, kakak masih sempat menulis surat. Kakak mengakui, zaman sekarang ini semuanya serba cepat, ruang dan waktu bisa diperpendek dan dipersingkat. Kalau hanya sebatas ingin mengetahui kabar adik di perantauan, sebenarnya kakak cukup dengan bertanya lewat SMS atau menelepon adik. Tapi ini kakak lakukan, biar adik selalu dan selalu membaca isi surat ini. Bisa memahami getaran hati kakak selama ini.

Getaran hati kakak saat ini tidak berbeda jauh dengan apa yang pernah adik katakan sebelum berangkat ke Jogjakarta dulu. “Kak.. doakan ya.. semoga adik bisa menjadi penulis di kota para penulis, di Jogjakarta nanti”. Sebait ungkapan adik sendiri yang perlu direfleksikan lagi oleh adik, dan kakak sendiri.

Kakak tahu, dan adik pun pasti lebih memahami, jarak antara Jogjakarta dan Madura bukan jarak yang dekat. Sebuah perantauan panjang bagi adik untuk mengejar impian di seberang. Apa saja aktifitas adik di Jokjakarta, kakak tidak tahu seluruhnya. Adik nakal, rajin, bolos kuliah dan sebagainya, kakak tidak tahu.

Tidak ada misi apa-apa kakak mengirim surat ini. Tulisan di dalam surat ini hanya sebatas getaran hati kakak untuk adiknya. Adik yang sangat kakak cintai dan sayangi. Okelah..!, kakak akan mulai, sehingga kemudian adik mampu menangkap apa dan bagaimana sebenarnya getaran hati yang kakak maksud.
Pernahkah adik menemukan sebaris celoteh;
Ada daun jatuh, tulis..
Ada batu jatuh, tulis..
Tulis dan tulis..
Di tulis sampai kapan.

Kalau tidak salah, itulah sebagian yang pernah di ungkapkan oleh Raut Sitompul yang kakak temukan dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri; Filsafat Ilmu, sebuah pengantar populer. Ungkapannya sederhana namun mampu menumbuhkan nilai esensi dari kata tulis.

Tidak ada sesuatu yang tidak bisa di tulis, dalam artian bahwa tradisi menulis harus di mulai dari sesuatu yang sederhana. Menulis sebenarnya mudah meskipun membutuhkan proses panjang dan sulit. Penulis sekaliber Karen Amstrong misalnya, dia dalam menulis Sejarah Tuhan tidak langsung menjadi sebuah buku. Tetapi melalui proses lama, mulai dari proses keyakinan dan pencariannya terhadap definisi tuhan beberapa agama hingga konklusi akhir terhadap tuhan yang ada di masing-masing agama.
Adik tentu tahu penulis kitab Ihya’ Ulumiddin?, Al-ghazali kan?. Siapa yang menyangka beliau masih “hidup” sampai sekarang, tulisannya menjadi rujukan banyak ulama, cendekiawan, terutama cendekiawan muslim. Beliau dikenang meskipun sudah mendahului kita.

Yang tergolong baru adalah Zainal Arifin Thaha, Jogjakarta. Kota tempat adik kini menimba ilmu. Kota yang di sebut-sebut sebagai kota pendidikan. Banyak yang mengakui, Gus Zainal (sapaan akrab Zainal Arifin Thaha) adalah salah satu inspirator mahasiswa UIN Jogjakarta dalam tradisi tulis-menulis. Bahkan dalam salah satu bukunya, “Aku Menulis Maka Aku Ada” beliau telah mampu memformulasikan nilai filosofis Co geto er Go sum-nya Rene Descartes ke dalam dunia tulis-menulis. Meskipun beliau (Gus Zainal) sudah tiada, tulisan-tulisannya selalu dibaca orang, namanya sering disebut-sebut. Beliau masih hidup.

Ada lagi; sekaliber Al-Farabi misalnya, tokoh filosuf dan pemikir Islam yang kita kenal dengan sebutan “al-mu’allim al-tsani”, guru terbesar kedua setelah Aristoteles, tidak lain adalah seorang penulis.

Coba adik Bayangkan, karya-karya beliau, sejauh yang dapat ditemukan dari beberapa sumber, berjumlah sekitar 117 buku. 43 buku membahas tentang logika, 11 buku membahas metafisika, 7 buku tentang etika, 7 buku tentang ilmu politik, 17 buku membahas tentang musik, ilmu kesehatan, pengobatan, dan sosiologi. Serta 11 buku lainnya merupakan buku-buku komentar atas buku-buku sebelumnya yang di tulis oleh banyak pemikir dan filosuf.

Sebagai contoh; salah satu Kitab atau buku al-Musiqa al-Kabir-nya Al-Farabi, yang menjelaskan tentang teori musik, menjadi salah satu karya monumental di dunia seni musik terutama barat. Karena buku ini menjadi buku wajib bagi mereka yang mendalami musik klasik disana, bahkan buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa mereka. Lagi-lagi ini membuktikan bahwa Al-Farabi masih “hidup”. Karya-karya monumental beliau menjadi rujukan berbagai kalangan intelektual.

Kemudian Ibnu Sina atau Avicenna (Abu Ali al-Husain ibn Abdullah ibn Sina). Adik tentu juga sudah pernah membaca sejarahnya. Beliau semasa hidupnya telah menghasilkan berbagai buku. Dari beberapa sumber, kakak memperoleh data bahwa karya Ibnu Sina mencapai 99 buku; 16 buku di bidang pengobatan, 68 buku di bidang teologi, 11 buku di bidang ilmu falak dan metafisika, dan tidak di sangka ternyata 4 buku beliau merupakan kumpulan puisinya. Karena semangat dan profesionalitas beliau, kerap di ingatkan oleh koleganya agar tidak terlalu memforsir diri dalam bekerja dan belajar. Namun beliau malah berkata; I prefer a short life with width to a narrow one with length. Apa makna ungkapan ini, adik tentu paling tahu.

Selain sejarah di atas, masih banyak tokoh-tokoh yang kakak, adik, dan kita bersama ketahui sejarah dan karya-karyanya. Semisal; Imam al-Syafi’i, al-Ghazali, dan sebagainya. Kemudian Fariduddin Attar, Jalaluddin rumi, Muhammad Iqbal, Ibnu Arabi, Nasrudin Hoja, Kahlil Gibran, Robindranat Tagore, Mahatma Gandhi, Betrand Russel, Jean Paul Sarte, Voltaire, Nietszche, dan sebagainya. Mereka adalah para penulis yang dengan tulisannya mampu merubah dunia.

Lalu para pemikir kontemporer, seperti Sayyid Qutub, Ismai’il Raji al-Faruqi, Sayyid Husein Nashr, Ali Syari’ati, Hasan al-Banna, Muhammad Arkoun, dan sebagainya. Di negeri kita sendiri, banyak sosok yang antusias dalam kepenulisan patut kita refleksikan bersama. Keranjingan mereka terhadap karya sastra sangatlah luar biasa. Orang seperti Gus Dur, Gus Mus, Goenawan Muhammad, Umar Kayam, Kuntowijoyo, Emha Ainun Najib, D. Zawawi Imron, WS. Rendra, Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis, Sultan Takdir Ali Syahbana, Akhdiyat Karta Miharja, Sapardi Djoko, Damono, Nur Kholis Majid, dan banyak lagi sastrawan lainnya.

Yang terakhir.. Ada ungkapan Al-Ghazali; kalau engkau bukan anak raja dan engkau bukan pula anak ulama besar, maka jadilah penulis. Aku dan adik anak siapa ya..!?
Itulah getaran hati seorang kakak yang dari getarannya kamu sebagai adikku akan merasakan getarannya juga. Getaran yang tidak semua orang merasakannya. Terlepas dari wacana di atas, getaran hati kakak tidaklah menjamin hati adik bergetar jua. Jadi, kemauan dan cita-cita kakak bukan berarti harus adik penuhi. Cita-cita kakak, adalah bagaimana adik sukses dan dapat dibanggakan oleh keluarga. Ingat dik..!, bapak dan ibu di rumah selalu semangat dalam bekerja keras untuk biaya adik kuliah. Apa yang mereka lakukan adalah demi kesuksesan kita mencapai cita-cita.

Entahlah Dik..!, tiba-tiba kakak berinisiatif menulis surat ini. Sudah satu tahun lebih adik menimba ilmu di perantauan. Dan selama itu pula kakak belum pernah melihat nama adik terpampang di media massa. Kakak tidak memaksa adik untuk menjadi seorang penulis. Kakak hanya bertanya-tanya, di saat nama teman-teman seangkatan adik di sana sering muncul di media massa, menulis puisi, artikel ilmiyah, opini, kolom, cerpen dan lain sebagainya. Nama adik kok tidak pernah kakak lihat.
Kakak sadar, kakak yang sudah lulus kuliah ini bukanlah penulis. Kakak yang pernah kuliah di surabaya ini tulisannya tidak pernah di muat di media massa. Kakak hanya lulusan tarbiyah yang tak pernah aktif di penerbitan. Antara adik dengan kakak harus tidak harus sama kan?

Adik tentu lebih mengerti perbandingan Jokjakarta sebagai kota pendidikan dan tempat para penulis produktif. Tidakkah ada keinginan adik seperti mereka, atau bahkan lebih dari mereka?

Mohon maaf sebelumnya, mungkin surat kakak ini membuat risau hati adik. Atau bahkan menyalahkan kakak yang hanya bisa “memarahi”. Tapi kakak hanya ingin mengingatkan kembali bagaimana keinginan adik dulu, ingin menjadi penulis di kota para penulis. Itu saja.
Oke!, mungkin bagi adik semua orang tidak harus sama, adik bisa menentukan jalannya sendiri, tapi bukankah menulis itu adalah salah satu tradisi intelektual. Dan adik adalah mahasiswa, seorang intelektual, kenapa tidak menulis sebagaimana para intelektual yang lain?

Selamat beraktifitas, rajin-rajinlah kuliah, jaga diri baik-baik. Kami sekeluarga selalu mendoakan adik. Semoga sukses, meskipun prosesnya tidak sama. Amin..


Terhenyak juga membaca surat kakakku. Aku mendongakkan kepala kelangit-langit kostku, menarik nafas panjang mencoba menangkap kembali apa yang sebenarnya terjadi pada diriku ini. Di katakan kuliah, kebanyakan bolosnya. Di katakan intelektual, malah tidak mungkin. Jarang membaca, diskusi, apalagi menulis.

Kulipat lembar surat itu dan kumasukkan ke dalam amplopnya lagi. Kulihat jam di Hp-ku sudah menunjukkan waktu 07.47 WIB. Sepertinya aku lambat lagi hari ini untuk mengikuti intensif bahasa. Dengan hati risau, aku putuskan tidak ke kampus hari ini. Kubaringkan badanku dengan tas mungil yang masih di pinggangku.

Kak.. terima kasih, kakak telah mengetuk hatiku yang beku. Sebelum berangkat dari rumah untuk kuliah Jogjakarta ini, keinginan terbesarku adalah menjadi penulis. Tetapi ternyata aku tidak menjalani proses untuk menjadi seorang penulis. Maafkan aku kak..!, Mak, Pak..!.

* Alumnus santri Al-Husna
Read Full Story

DAUR ULANG KINERJA KPU

Oleh: Kanjeng Rahman*

Pemilu legeslatif 2009 merupakan sejarah baru dalam perpolitikan di Tanah Pertiwi ini, hal ini dapat diukur dari antusiasme masyarakat yang cukup besar dalam menyambut datangnya pemilu, dapat dilihat bentuk-bentuk kampaye dilapangan yang selalu dibanjiri oleh masyarakat baik anak-anak bahkan tua dan muda ikut serta meramaikan pesta domokrasi ini. Tidak mau kalah juga Komisi Pemilihan Umum (KPU ) juga mampu menorehkan sejarah dalam pemilu 2009 ini, lihat saja prosedur pemilihan yang ditentukan oleh KPU dimana yang awal mulanya mencoblos saat pemilu berlangsung sekarang berganti menjadi mencontreng saja karena dianggap lebih mudah dan efesiensi waktu.

Dan perlu diberikan jempol pada KPU telah susah payah untuk mensukseskan pesta demokrasi ini terlihat berbagai cara telah dilaluinya, namun ironisnya masih saja catatan hitam selalu diberikan kepada KPU. Berbagai kesalahan dilapangan saat pelaksanaan pemilu terjadi tidak mampu diselesaikan oleh KPU secara professional, sehingga perlu adanya daur ulang kembali terhadap kinerja KPU yang selama ini dianggapnya baik melihat beberapa kesalahan mendasar yang telah dilakukan KPU. Dapat dilihat banyaknya masyarakat yang tidak bisa mencontreng saat pemilu berlangsung karena alasan tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), hal ini tidak dapat diantisipasi oleh KPU sebelumnya. Sehingga pemilu selalu diwarnai dengan banyak protes keras oleh masyarakat tentunya akan berdampak pada anarkisme sehingga pemilu tidak berjalan dengan lancar dan kondusif, dan tidak salah jika masyarakat banyak yang tidak menggunakan hak suaranya dan memilih golongan putih (golput) saja.

Banyaknya kertas suara yang tertukar antara TPS yang satu dengan TPS lain yang terjadi dibeberapa daerah ataupun propinsi diantaranya, Kota Malang, kabupaten Malang, Kota Batu, Probolinggo, Kota pasuruan, Kota Kediri, kabupaten Kediri, Bojonegoro, Kabupaten Jember, Lumajang dan Bondowoso (Jawa Pos 10/4) merupakan sebuah keteledoran yang seharusnya tidak terjadi mengingat angka kecurangan yang sangat tinggi pada saat ini. Kalau boleh dibilang besarnya angka golput saat ini juga banyak terjadi dari kalangan mahasiswa, kita dapat melihat misalnya mahasiswa yang berasal dari desa dan kulia di Kota kebanyakan tidak bisa menggunakan hak suaranya untuk memilih, karena ada beberapa faktor yang melatar belakangi diantaranya jarak tempuh yang jauh sehingga mahasiswa memilih menetap dikampus saja, hal ini tidak dapat prediksi sebelumnya oleh KPU dan tidak menyediakan TPS khusus untuk mahasiswa yang tidak pulang kedaerahnya masing-masing sehingga haknya tidak terbuang sia-sia begitu saja.

Permasalahan demikian ini tidak dapat diantisipasi dengan baik oleh KPU sehingga pemilu yang seharusnya selesai dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya, akhirnya molor karena harus ada pencontrengan ulang ataupun penghitungan ulang dibeberapa daerah ataupun di TPS tertentu yang bermasalah.

Perlunya Profesionalisme
Mengingat angka kecurangan dan intensitas golput yang sangat signifikan dalam setiap pemilu yang terjadi di Indonesia maka perlunya profesionalisme terhadap segala kinerja KPU demi suksesnya setiap pesta demokrasi di Indonesia, sehingga pemilu dapat berjalan dengan lancar dan kondusif tidak ada lagi kesalahan-kesalahan yang dapat mengganggu proses pemilihan nantinya. Seharusnya KPU dapat mengambil pelajaran dari pemilu-pemilu yang telah terjadi sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai acuan tentunya kearah yang lebih baik bukan sebaliknya. Selain itu, perlu adanya pendataan ulang terhadap Daftar Pemilih Tetap (DPT) dilapangan mengingat dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan, sehingga tidak ada lagi keluhan masyarakat ataupun adanya data fiktif yang selalu terjadi dilapangan selama ini.

Dan mendesain ulang bentuk-bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh KPU dalam setiap pemilu untuk mengajak masyarakat menggunakan hak suaranya yang selama ini tidak memberikan efek positif terlihat angka golput masih jauh lebih besar dalam pemilu legeslatif ini, apalagi dengan sistem yang baru dan banyak masyarakat belum tahu dan mengerti dengan aturan main yang telah ditentukan KPU dalam pemilu saat ini.

Harapan Rakyat
Carut marutnya pemilu saat ini cukup memberikan kekecewaan yang mendalam terhadap rakyat yang tidak bisa ikut meramaikan pesta demokrasi karena namanya tidak rmasuk dalam DPT ataupun bagi anggota partai lainnya yang beranggapan telah dicurangi secara terstruktur oleh KPU. Melihat tingkat kecurangan yang tinggi dilapangan dan kelalain KPU saat pemilu berlangsung rakyat hanya bisa berharap agar kesalahan-kesalahan semacam ini tidak terjadi lagi saat pemilu presiden mendatang, sehingga pemilu dapat berjalan dengan jurdil dan lancar tidak ada lagi permasalahan-permasalahan yang dapat mengganggu stabilitas jalannya pemilu.

Semoga lewat pemilu yang telah banyak menghabiskan dana rakyat ini dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang bersih dari korupsi dan bisa bertanggung jawab, dan mampu membawa Negara Indonesia bangkit dari segala keterpurukan selama ini sehingga bisa bersaing dengan Negara-negara maju lainnya. Amien.

* Santri Miskin Al-Husna
Read Full Story

Pesantren sebagai Pengukuh Multikultural Bangsa

Oleh : Ahmad Shiddiq Rokib*

“Jika Kita memiliki Pemimpin yang mengerti pentingnya keberagaman (Multikulturalisme), maka kita dengan sendirinya akan beruntung, tetapi jika kita mengutamakan keseragaman, maka mau tidak mau kita lalu menyimpang dari semboyan; Bhinneka Tunggal Ika” (Gus Dur).

Pernyataan Gus Dur, ada benar karena pada saat ini, bangsa Indonesia mengalami disintegrasi yang makin tajam dan kuat intensitasnya berupa sentimen kelompok berbau SARA, dan jika tidak ditangani secara serius, tidak menutup kemunkinan bangsa sebesar Indonesia, akan terjadi perpecahan dan perang antar saudara, akibat tidak memahami arti penting perbedaan antar elemen bangsa.

Tantangan Multikulturalisme di Indonesia, menurut Prof. Nur Syam ini, mengulas dinamika gerakan keagamaan yang menjadi batu sandungan Multikulturalisme dan Cita-cita paham Akhlusunnah Wal jama’ah. Pasca reformasi, ia melihat gerakan keagamaan yang cenderung radikal seperti momentum yang sangat kuat untuk berkembang. Gerakan keagamaan seperti ini ditandai dengan sekurang-kurangnya tiga hal, yaitu: kembali kepada Islam sebagaimana dilakukan oleh ulama sholeh, penerapan syariah dan khilafah Islamiyah, dan kecendrungan menolak produk Barat. Gerakan teo-demokrasi tentunya bukan isapan jempol. Gerakan ini berkembang, terutama dikalangan generasi muda, karena tawaran-tawaran problem solving yang dianggap relevan ditengah berbagai kehidupan yang semakin kompleks, padahal hanya kamuflase.

Nah, menurut pandangan orang-orang memahami multikulturalisme, perbedaaan kebudayaan adalah bagian dari ciri kehidupan bermasyarakat dan merupakan keniscayaan yang harus dihargai. Makanya, di dalam kerangka saling menghargai pemahaman itu diharuskan untuk saling tidak memaksakan pendapat, apalagi yang menyangkut kepentingan publik yang multikultural.

Lalu, Aswaja yang menjadi jalan tengah dan mampu mengakomodasi kesenjangan antar elemen masyarakat juga tidak luput dari tantangan serupa, baik gerakan ekslusif maupun gerakan inklusif. Tentu aswaja yang menjadi doktrin terbuka lebih dekat pada yang inklusif atau pribumisasi Islam. Yaitu corak yang Islam yang memiliki kedekatan bahkan akomodasi pada akomodasi budaya lokal.

Dan disatu sisi, dalam pemikiran dan praksis Islam juga muncul gerkan-gerakan Islam fundamendal yang tujuan untuk menjaga genuitas Islam. Secara transplanted muncul Ikhwanul al-Muslimin yang semula tumbuh dan berkembang di Mesir, Hizbut Tahrir yang tumbuh di Libanon dan gerakan-gerakan fundamental lain yang tumbuh dan berkembang di Indonesia seperti Front Pembela Islam ( FPI ), Lasykar Akhlus Sunnah Wal Jama’ah dan sebaginaya.

Meskipun memiliki perbedaan dalam cara pandang dan metodologi gerakan, tetapi ada kesamaan dalam visi dan misinya. Diantanya: mendirikan khilafah, mengikuti ulama salaf yang saleh, memusuhi barat sebagi setan dan memusuhi Islam liberal, hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi tercapainya Akhlusunah wal Jama’ah dan Multikuturalisme di Indonesia.

Dalam buku Pendidikan Multikultural choirul Mahfud , mengatakan bahwa menjadi penting dan sangat mendesak dinegara yang masyarakatnya semakin majemuk. Karena pertama penyelenggaraan pendidikan multikultural diyakini dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi dimasyarakat, khususnya yang kerap terjadi di Indonesia yang secara realitas prural. Dengan kata lain pendidikan multikultural dapat dijadikan sarana alternatif pemecahan konflik sosial, budaya dan gerakan keagamaan masyarakat yang cendrung puritan. Spektrum kultul masyarakat Indonesia yang amat beragam ini, menjadi tantangan bagi dunia pendidikan guna mengolah perbedaan tersebut menjadi sesuatu aset, bukan sumber perpecahan.

Kedua upaya pembinaan terhadap siswa agar tidak tercerabut dari akar budaya indonesia yang dimeliki sebelumnya, tatkala ia berhadapan dengan dengan realitas sosial-budaya diera globalisasi, pertemuan antar budaya menjadi ancaman serius bagi anak didik. Ketiga mengujudkan masyarakat yang multikutural, sebab dalam masyarakat Indonesia yang multikultural dengan bhinneka tunggal ika bukan hanya dimaksudkan keanekaragaman suku bangsa an sich, melainkan juga keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat indonesia secara keseluruhan. Eksistensi keragaman kebudayan tersebut selalu dijaga yang bisa tampak dalam sikap saling menghormati, menghargai, toleransi antar kebudayaan lainnya Dengan pendidikan multikultural tersebut dapat membuahkan hasil harmonisasi agama. Artinya, didalam harmoni itu terpancar “kesadaran bersama” untuk mengujudkan agama sesuai dengan fitrahnya masing-masing akan tetap toleransi dan tenggang rasa yang mendalam mengenai adanya perbedaan dan sekaligus kesamaan didalam agama-agama.

Kesalehan teologis adalah ciri khas masing-masing agama yang tidak bisa dikompromikan, namun kesolehan sosial adalah adalah ruang humanitas yang bisa ditoleransikan dan sekilgus dikerjasamakan. Dan Islam sendiripun, perbedaan budaya adalah bagian keniscayaan sunnatullah yang tidak bisa dihindarkan sekaligus mengakui dan menghargai perbedaan yang ditampakkan dengan wajah bangsa, etnis, tradisi, dan berbagai tindakan lokal yang bersifat diversifikatif.

Jadi, Pesanten di Indonesia yang seperti mozaik akan semakin kaya keberagaman budaya. Jika multikulturalisme dijadikan landasan menghormati dan menghargai terhadap segala bentuk keberagaman dan perbedaan, baik etnis, suku, ras, agama, maupun simbol-simbol perbedaan lainya menjadi penting untuk ditanamkan dalam dunia pendidikan. Sebab media pendidikan amat strategis untuk menyemai nilai-nilai multikultural dan diyakini mampu mencetak seseorang siapa saja, seperti profesor, koruptor, birokrat, pejabat maupun penjahat. Sehingga, dirasa kurang dan tidak menjadi manusia Indonesia yang baik, kalau tidak mengerti sekaligus mengenal multikulturalisme.

*) Penulis Peminpin Redaksi mading Qalam Pesantren Luhur Al Husna Surabaya
Read Full Story

Followers