Oleh: Harun Al-Rosyid*
Pesantren merupakan lembaga non formal yang di dalamnya terdapat tiga unsur penting yang harus saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Tiga unsur tersebut yaitu; Kiai, santri, dan pesantren itu sendiri. Apabila ketiga unsur tersebut tidak ada salah satunya, maka hal tersebut tidak bisa disebut dengan pesantren. Tujuan didirikannya sebuah pesantren adalah untuk membentuk manusia yang memilki jiwa yang baik dan berbudi luhur sesuai dengan landasan agama Islam. Akan tetapi Perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, pendidikan, kesenian dan konsep ilmu pengetahuan pada akhirnya menyentuh dan menembus pesantren pula. Beberapa pesantren menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dengan adanya tantangan tersebut pesantren harus memiliki adanya sebuah inovasi agar santri yang dimiliki oleh pesantren tersebut dapat mengikuti perkembangan zaman dan mau tidak mau pesantren harus bertransformasi agar dapat menjawab tantangan zaman tersebut.
Oleh sebab itu pesantren harus memiliki sebuah kurikulum yang dimana seorang santri tersebut tidak hanya belajar kitab kuning saja, melainkan bagaimana santri tersebut memiliki sebuah ketrampilan (life skill) agar dapat hidup di tengah masyarakat kelak. Seperti pondok pesantren Lirboyo misalnya, disamping diajari kitab kuning, para santri disana juga diajari beberapa ketrampilan seperti; bertani, bercocok tanam, beternak. Tidak hanya di Lirboyo saja banyak diantara pesantren yang mengajarkan berbagai kecakapan hidup yang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Misalnya pembelajaran teknologi dan informasi seperti merakit komputer dan mengoperasikannya, penggunaan internet dan lain sebagainya. Semua itu ditujukan agar ketika santri boyong tidak hanya memiliki kemampuan mengaji dan mengkaji kitab, akan tetapi juga memiliki kecakapan hidup yang siap pakai di masyarakat.
Lain dulu lain sekarang, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin banyaknya pesantren yang menjamur di dalam masyarakat. Baik di desa maupun di kota, tidak sedikit pesantren yang berdiri maupun dibangun hanya sebagai formalitas belaka, meskipun di dalam pesantren tersebut sudah memiliki tiga unsur penting pesantren. Yaitu seorang Kiai yang mengaji kitab, santri yang harus mengaji, dan bangunan pesantren. Akan tetapi keberadaan pesantren tersebut tidak jauh beda dengan kos-kosan yang disitu hanya dijadikan sebagai tempat tidur saja, Masyaallah.
Kegiatan-kegiatan pesantren yang seharusnya ada mereka tinggalkan, seperti mengaji, sholat berjamaah dan budaya untuk menjaga kebersihan di dalam pesantren mereka acuhkan. Kerena tolok ukur adanya suatu pesantren itu adalah ada dan tiadanya sholat berjamaah yang dilakukan oleh para santri. Tidak hanya saja, kebersihan merupakan suatu hal yang mungkin dianggap sepele oleh santri pada umumnya merupakan suatu hal yang harus diperhatikan betul, sebab pesantren itu merupakan tempat yang harus di jaga kesuciannya dalam artian bukan hanya saja di musholla tetapi juga termasuk lingkungan di sekitar pesantren itu sendiri.
Sebagai seorang santri kita harus mempunyai sikap sadar diri tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesucian. Apakah kita tidak mengetahui bahwa konsep kebersihan itu adanya di dalam ajaran agama islam yang kita anut selama ini. ‘’النضافة من الإيمان ‘’ kebersihan adalah sebagaian dari iman. Apakah kita tidak malu bahwa konsep tersebut datang dari ajaran agama kita akan tetapi kita sendiri yang sering melupakannya. Sudahkah kita mengoreksi diri kita sendiri. Ibda’ binafsika.
Kebutuhan masyarakat sekarang yang perlu diperhatikan oleh seorang santri hanyalah bagaimana ketika kita sebagai seorang santri nantinya ketika terjun di masyarakat dapat memimpin tahlil, acara keagamaan, dan minimal bisa baca do’a. oleh sebab itu kami sangat setuju sekali apabila di dalam pesantren bisa diadakan sebuah kegiatan berupa muhadloroh, memimpin tahlil di pesantren, dan berbagai bidang ketrampilan yang nantinya bermanfaat bagi santri. Meskipun pesantren sudah menyiapkan itu semua, tergantung santri sendiri yang menentukannya. Apakah mereka akan mengerjakan sesuatu hal yang harus dikerjakan oleh dirinya sebagai seorang santri atau meninggalkan begitu saja kegiatan-kegiatan yang telah menjadi budaya pesantren yang harus selalu kita lestarikan demi keberadaan pesantren itu sendiri. Wallahu a’lam bisshowab.
* Santri Senior Al-Husna
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 komentar to “PESANTREN ≠ KOSAN”
Posting Komentar