Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Terima kasih kepada tim redaksi khususnya rubric konsultasi hukum yang telah bersedia menampung pertanyaan dari saya, yang ingin saya tanyakan Apa hukumnya Kawin Lintas Agama?
Wa’alaikum salam Wr. Wb.
Secara tekstual terdapat tiga ayat yang secara khusus membicarakan perkawinan orang muslim dengan num muslim dalam Al-Qur’an, yaitu QS. Al-Baqarah (2): 221, al-mumtahanah (60): 10, dan al-maidah (5); 5.
Pertama, Al-Qur’an surat al-baqarah ayat 221:
Janganlah kamu kawini perempuan-perempuan musrik sebelum mereka beriman. Perempuan budak yang beriman lebih baik dari pada perempuan musrik sekalipun ia menarik hatimu. Dan juga janganlah kamu mengawini perempuan dengan laki-laki musrik sebelum mereka beriman. Seorang laki-laki budak beriman lebih baik dari pada seoranf laki-laki musrik sekalipun ia menarik hatimu. Mereka (kaum musrik) akan membawa kedalam api neraka.
Kedua, Al-Qur’an surat al-mumtahanah ayat10:
Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mu’min datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka. Allah sungguh mengetahui keimanan mereka. Bila kamu mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, janganlah kamu mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi laki-laki kafir, dan laki-laki kafir tak halal bagi mereka bagi perempuan-perempuan mu’min.
Ketiga, Al-qur’an surat a-Al-maidah ayat 5
Pada hari dihalalkan bagi kamu semua barang yang baik. Dan makanan (sembelihan) Ahli kitab adalah halal bagi kamu, dan makanan kamu juga halal bagi mereka. Demikian pula (dihalalkan bagimu mengawini) perempuan-perempuan yang suci diantara perempuan-perempuan mu’min (al-muhsanatu min al-mu’minat), serta perempuan yang suci diantara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu ((al-muhsanatu min al-ladzina utu al-kitab min qablikum) jika kamu berikan mereka maskawin, bukan dengan zina dan bukan dengaan diam-diam mengambil mereka sebagai gundik…
Dari bunyi teksnya, tiga ayat diatas memiliki makna yang brtingkat. Ayat pertama melarang kamu (pengikut muhammad) mengawini orang musrik, baik laki-laki maupun perempuan musrik. Ayat kedua mengungkapkan larangn-larangn mu’min dikawinkan dengan laki-laki kafir. Ayat ketiga membolehkan (pengikut muhammad) mengawini perenpuan ahli kitab.
Istilah-istila seperti musyrik, kafir, dan ahli kitab adalah istilah yang rumit dan bertingkat. Istilah tersebut akan kita diskusikan. Untuk memberikan kajian yang mendalam kita fokuskan pada pendapat para ahli hukum islam.
Hukum Kawin Lintas Agama Dalam Fiqih
Bagi para ahli hukum islam(fuqaha), teks QS. Al-baqarah [2]; 221 dipandang memberikan sebuah muatan pandangan hokum tersendiri dalam bidang perkawinan. Ayat-ayat hukum (ayat al-ahkam) Al-Qur’an biasanya diderivasikan secara rinci-aplikatif menjadi bentuk-bentuk ketetapan fiqh. Pada kasus ini, QS. Al-baqarah [2] 221 dijadikan dasar utama dalam mengntruksi ketentuan larangan kawi lintas agama. Dibawah akan dikaji fenomina kawi lintas agama dalam perspektif fiqh. Kajian membatasi pada tiga kitab fiqh. Kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-arba’ah karya Abdurrahman al-jaziri, untuk melihat pendapat para fuqaha yang berifiliasi kepada empat madzhab besar sunni, kitab bidayah al-mujtahid karya ibnu rusyd. Dan kitab fiqh as-sunnah karya as-sayyid Sabiq untuk melihat pendapat para ulama modern.
Secara umum, pada dasarnya ketiga kitab fiqh tersebut mengharamkan perkawinan muslim dan nun muslim. Hanya ada beberapa pengecualiaan, terutama akibat ketentuan khusus dari QS. Al-maidah ayt 5, menjadikan pergeseran dari tingkat hukum haram menjadi makruh, mubahatau lainnya pada kasus laki-laki muslim mengawini perempuan ahli kitab. Berikut ini penjelasan yang lebih rinci.
1.Perempuan Muslim Dengan Laki-Laki Nonmuslim
Semua ulam sepakat bahwa perempuan muslimah tidak diperbolehkan kawin dengan laki-laki nonmuslim, baik ahli kitab maupun musyrik. Pengharaman tersebut selain didasarkan pada QS. Al-mumtahanah ayt 10.
Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mu’min datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka. Allah sungguh mengetahui keimanan mereka. Bila kamu mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, janganlah kamu mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi laki-laki kafir, dan laki-laki kafir tak halal bagi mereka bagi perempuan-perempuan mu’min.
As-sayyid sabiq menyebtkan beberapa argumin tentang sebab diharamkannya perempuan muslim kawin dengan laki-laki nonmuslim sebagai berikut:
a.orang kafir tidak boleh menguasai orang islam berdasarkan QS. An-nisa [4]: [14]:… dan Allah takkan memberi jalan orang kafir itu mengalahkan orang mu’min.
b.laki-laki kafir dan Ahli kitab tidak akan mau mengerti agama istrinya yang muslimah, malah sebaliknya mendustakan kitab dan mengingkari ajaran nabinya. Sedangkan apabila laki-laki muslim kawin dengan perempuan ahli kitab maka dia akan mau mengerti agama, mengimani kitab, dan nabi dari istrinya sebagai bagian dari keimanannya karena tidak akan sempurna keimanan seorang tanpa mengimani kitab dan nabi-nabi terdahulu.
c.Dalam rumah tangga campuran, pasangan suami istri tidak mungkin tinggal dan hidup (bersama) karena perbedaan yang jauh.
2.Laki-Laki Muslim Dengan Perempuan Musyrik
para ulama sepakat mengharamkan laki-laki muslim kawin dengan permpuan penyembah berhala (musyrik). Perempuan musyrik disini mencakup perempuan penyembah berhala, ateis, perempuan yang murtad, penyembah api, dan penganut aliran libertine, seperti paham wujudiyyah.
Satu hal yang membedakan perempuan musyrik dengan permpuan ahli kitab, menurut as-sayyid sabiq adalah bahwa perempuan musyrik tidak memiliki agama yang melarang berkhianat, mewajibkan berbuat amanah, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Apa yang dikerjakan dan pergaulannya dipengaruhi ajaran-ajaran kemusyrikan, yakni khurafat dan spekulasi (teologis) atau lamunan dan bayangan yang dibisikan syetan. Inilah yang bisa menyebabkan ia menghianati suaminya dan merusak akidah anak-anaknya.
Sementara antara perempuan ahli kitab dan laki-laki mu’min tidak terdapat distansi yang jauh. Perempuan ahli kitab mengimani Allah dan menyembahnya, beriman kepada para nabi, hari akhirat beserta pembalasaanya, dan menganut agama yang mewajibkan berbuat baik dan mengharamkan kemungkaran. Distansi yang esensial hanyalah mengenai keimanan terhadap kenabian Muhammad. Padahal orang yang beriman kepada kenabian yang universal tidak akan mempunyai halangan mengimani nabi penutup, yakni Muhammad, kecuali karena kebodohannya. Sehingga perempuan ahli kitab yang bergaul dengan suami yang menganut agama syari’at yang baik maka sangat terbuka peluang baginya untuk mengikuti agama suaminya. Dan apa yang dikuatkan oleh Allah berupa ayat-ayat Al-Qur’an yang jelas niscaya akan mengantarkan kepada kesempurnaan keimanan dan keislaman.
3.Laki-Laki Muslim Dengan Perempuan Ahli Kitab
pada dasarnya laki-laki musli diperbolehkan mengawini pwrempuan ahli kitab berdasarkan penghkususan QS. Al-maidah ayat 5. pengertian ahli kitab disini mengacu pada dua agama besar rumpun semitik sebelum islam, yakni yahudi dan nasrani, ibnu Rusdy menulis bahwa para ulama sepakat akan kehalalan mengawini perempuan ahli kitab dengan syarat ia merdeka (bukan budak), sedangkan mengenai perempuan ahli kitab budak dan perempuan ahli kitab yang Dala status tawanan para ulama berbeda pendapat.
Ibnu Mundzir berpendapat : tidak ada dari sahabatyang mengharamkan (laki-laki muslim mengawini perempuan ahli kitab). Qurthubi dan Nu’as mengatakan: Diantara sahabat yang menghalalkan antara lain: utsman, tolhah, ibnu abbas, jabir dan hudzaifah. Sedangkan dari golongan tabi’in yang menghalalkan; sa’id bin mutsayyab, said bin jabir, al hasan, mujahid, thawus, ikrimah, sa’bi, zhahak, dll. As-sayyid sabiq mencatat hanya ada satu sahabat yang mengharamkan, yakni ibnu umar. Diantara sahabat ada yang mempumyai pengalaman mengawini perempuan ahli kitab.utsman r.a. kawin dengan nailah binti qaraqishah kalbiyah yang beragama nasrani, meskipun kemudian masuk islam, hudzaifah mengawini perempuan yahudi dari penduduk madain, jabir dan saad bin abu waqas pernah kawin dengan perempuan yahudi dannasrani pada masa penaklukan kota mekkah (fathul mekkah).
Adapun pendapat fuqaha empat madzahab sunni tentang laki-laki muslim mengawini perempuan ahli kitab adalah sebagai berikut:
a.Mazdhab Hanafi
pada ulama madzhab hanafi mengharamkan seorang laki-laki mu’min mengawini perempuan ahli kitab yang berdomisili di wilayah yang sedang berperang dengan islam. Karena mereka tidak tunduk terhadap hokum orang-orang islam sehingga bisa membuka pintu fitnah. Seorang suami muslim yang kawin dengan perempuan ahli kitab dikhawatirkan akan patuh terhadap sikap istrinya yang berjuang memperbolehkan anaknya beragama dengan selain agamanya. Suami tersebut memperdaya dirinya sendiri secara lagi tidak menghiraukan pengasingan dari pemerintahan Negara (islam)-nya. Beberapa keburukan semacam inilah yang menjadi konsideran keharaman. Sedangkan mengawini perempuan ahli kitab dzimmi (yang berada dinegara dan perlindungan pemerintahan islam) hukumnya hanya makruh, sebab mereka tunduk pada hukum islam.
b.Madzhab Maliki
Pada madzhab maliki terbagi menjadi dua, kelompok pertama memandang bahwa mengawini perempuan ahli kitab, baik di dar al-harb maupun dzimmiyah hukumnya makruh mutlak. Hanya saja kemakruhan yang di dar al-harb kualitasnya lebih berat. Kelompok kedua memandang tidak makruh mutlak sebab zhahir QS al-Maidah ayt 5 membolehkan secara mutlak. Tetapi tetap saja makruh karena digantungkan kemakruhannya berkait dengan dar al-islam (pemerintah islam), sebab perempuan ahli kitab tetap saja boleh minum khomer, memakan babi, dan pergi ke gereja. Padahal suaminya tidak melakukan itu semua.
c.Madzhab Syafi’i
Para fuqaha madzhab syafi’I memandang makruh mengawini perempuan ahli kitab yang berdomisili di dar al-Islam, dan sangat dimakruhkan bagi yang berada di dar al-Harb, sebagaimana pendapat fuqaha malikiyah. Ulama Syafi’iyah memandang kemakruhan tersebut apabila terjadi dalam peristiwa berikut:
-Tidak terbersit oleh calon mempelai laki-laki muslim untuk mengajak perempuan ahli kitan tersebut masuk islam.
-Masih ada perempuan muslimah yang shalihah
-Apabila tidak mengawini perempuan ahli kitab tersebut ia bisa terperosok kedalam perbuatan zina.
d.Madzhab Hambali
Laki-laki muslim diperbolehkan dan bahkan tidak dimakruhkan mengawini perempuan ahli kitab berdasarkan ke umuman QS. Al-maidah ayat 5. dinyatakan perempuan ahli kitab tersebut adalah perempuan merdeka (bukan budak), karena al-muhshanat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perempuan merdeka.
4.Laki-laki Muslim Dengan Perempuan Shabi’ah, Majusi dan Lainnya
Selain menyebut yahudi dan nasrani Al-Qur’an juga beberapa kali menyebutkan pemeluk agama shabi’ah (QS. Al-baqarah ayt 2, QS. Al-maidah ayt 5. al-hajj ayt 22.) majusi (QS. Al-hajj ayt 22.) serta orang-orang yang berpegang pada suhuf (lembaran kitab suci) nabi ibrahim- yang bernama syit dan suhuf nabi musa yang bernama taurat(QS, al-a’la 87) dan kitab zabur yang diturunkan kepada nabi Daud.
Penyebutan agama-agama ini sangat terkait dengan agama-agama yang pernah berkenbang dan dikenal masayarakat pada saat itu. Alquran, mungkin tidak pernah bersentuhan dengan pengalaman masayarakat asia timur (India-cina) sacara langsung, maka bentuk-bentuk agama semisal hindu, budha atau konghucu tidak terakomodasi. Penyebutan agama-agama diatas dalam alquran menberikan prtanyaaan: bagaimana hukumnya seorang laki-laki mukmin mengawini perempuan pemeluk agama tersebut?
Mengenai perempuan shabi’ah, para fuqoha mazhab hanafi berpendapat bahwa mereka termasuk ahli kitab hanya saja kitabnya sudah disimpangkan dan palsu. Mareka dipersamakan dengan pemeluk yahudi dan nasrani sehingga laki-laki mukmin boleh mengawininya. sedangkan para fuqoha syafi’iyah dan Hanabilah membedakan antara ahli kitab dan penganut agama shabi’ah. Menurut mereka, orang-orang yahudi dan nasrani sependapat dengan islam dalam hal-hal pokok agma. Membenarkan rasul-rasul dan mengimani kitab –kitab. Barang siapa yang berbeda darinya dalamhal pokok-pokok agma( termasuk shabi’ah ) maka ia bukanlah termasuk golongannya. Oleh karena itu, hukum mengwininya juga seperti penyembah berhala yakni haram.
Adapun mengwini perempuan majusi, abdurrahman bin auf berkata: saya pernah mendengar rasulullah saw. Bersabda “perlakukanlah mereka (pemeluk majusi) seperti memperlakukan ahli kitab. Logiknya, nereka bukan termasuk ahli kitab, dan haram mengawininya. Tetapi abu tsur berpendapt lain ia menghalalkan mengawini perempuan majusi karana agama mereka juga diakui dengan diberlakukanya membayar jizyah (pajak) sebagaimna yang berlakukan orang yahudi dan nasrani.
Sementara mengwini yang berkitab diluar yahudi, nasroni, majusi, dan shabi’ah juga ada dua pendapat. Ulama’ madzhab menyatakan: barang siapa memeluk agma samawi dan baginya suatu kitab suci seperti suhuf ibrahim dan Daud maka adalah syah mengawini mereka selagi tidak sirik karena mreka berpegang pada sebuah kitab allah mak dipersamakan dengan orang yahudi dan dan nasrani. Sedangkan ulama’ masdzhab syafi’i dan Hambali tidak memperbolehkan. alasanya karena kitab-kitab hanya berisi nasihat-nasihat dan perumpmaaan-perumpamaan serta sama sekali tidak memuat hukum, sehingga tidak disebut kitab hukum.
Kesimpulan
Perkawinan merupakan ekspresi cinta yang paling beradab, akan tetapi dua insan yang memiliki keyakinan yang berbeda tidak memiliki kesempatan untuk mewujudkan impiannya. Atas agama-agama, perkawinan yang dilakukan antarinsan yang berbeda keyakinan itu pun ditentang dan dicap haram. Tak pelak perkawinan menjadi symbol antagonisme. Semua itu karena satu sebab, beda agama.
Tapi dengan beberapa keterangan daripada fuqaha tentang nikah beda agama telah menjawab permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan nikah beda agama tersebut. Dari empat madzhab yaitu imam Syafi’I memakruhkan, imam malik pada intinya memakruhkan, imam hambali membolehkan secara mutlak dan imam hanafi tidak membolehkan secara mutlak. Tentu dengan alasan-alasan masing-masing. Tapi walaupun dari beberapa madzhab diatas pendapatnya berbeda-beda tidaklah menjadi persoalan. Kalau meminjam pendapatnya Rasyid Ridha yaitu tergantung pada individu masing-masing.
Comments :
0 komentar to “Hukum Kawin Lintas Agama”
Posting Komentar